Tatkala tengah menyusuri trotoar-trotoar Tokyo yang sangat fantastis baru-baru ini, saya terpukau oleh pemandangan tipikal kota megapolitan itu. Gang atau lorong kota tersebut umumnya senyap dan damai. Kalaupun terdengar suara, hanyalah suara lirih, yang dibawa angin semilir. Dan, yang menakjubkan, lantai lorong bersih dan ditepian nya selalu ditanami kembang aneka warna.
Saya selalu berlama-lama berdiri didepan lorong-lorong tersebut. Sehingga Wiratmoko, salah seorang pejbabat di DKI Jakarta menggamit lengan saya untuk berlalu dari sana. "Ayolah masih banyak pemandangan lain yang juga pantas dilihat,"ujar arsitek yang berpengalaman ini sambil tertawa. Ia tertawa lepas karena pada lorong lirih saja saya terpesona.
Kami berdua dan beberapa rekan lain, seperti AH Marhendra, Hadikusuma, dan Gede Wideade kemudian berjalan dan terus berjalan. Kami enggan naik taksi (yang untuk jarang 3 km saja mesti bayar Rp. 350.000), tidak juga terlampau tertarik naik subway. Kami lebih suka berjalan kaki, sejauh kaki kami mampu melangkah. Udara Tokyo yang bersih, trotoar yang enak disusuri, dan temperatur di bawah 20 derajat celcius membuat semuanya serba nayaman. Tubuh pun jadi sehat. "Peru kt tidak buncit kalau kita rajin berjalan kaki," ujar Wiratmoko.
Hal yang sangat patut diketengahkan di sini adalah otoritas kota Tokyo sangat royal membangun trotoar yang sedap dipandang mata, enak dijalani. Umumnya lantai trotoar dibuat dari batu marmer dan granit. Desain trotoar pun keren. Di banyak lokasi, jalur pedesterian dibagi dua. Jalur pertam dekat dengan toko-toko dan kafe-kafe termasyhur. Jalur kedua, yang dekat dengan jalan raya.
Dua jalur itu dipisahkan oleh rimbunan pepohonan. Adapun jalur pedestrian keuda, yang berbatasan dengan jalan, juga ditumbuhi pepohonan. Jadilah trotoar itu nyaman disusuri. Banyak juga warga kota ini menyusuri trotoar sambil bersepeda, tetapi semuanya berjalan aman. Selama sekian kali ke kota ini saya tidak pernah melihat pejalan kaki bertengkar dengan pesepeda, karena memperebutkan area jalan. Saya pun tidak pernah melihat pejalan kaki dan pesepeda bersenggolan. Mereka sungguh hidup penuh damai. Sejumlah pesepeda menayuh sambil bersenandung. "Ini seperti nirwana atau seolah kita berjalan di atas awan," Mahendra berkata dengan kalimat superlatif.
Rasanya Mahendra tidak terlalu berlebihan memberi gambaran, tetapi kami memang menikmati suasana yang sangat asyik. Pria yang menjadi eksekutif properti ini meraih inspirasi si sana dan tergugah membuat trotoar yang keren pula di kawasan beberapa proyeknya.
Seorang pengembang besar yang minta namanya tidak dituliskan menyatakan, ia terkagum-kagum melihat gaya pengembang Jepang menangani kebersihan di perumahan dan di proyek properti komersial. "Bersihnya bukan alang kepalang. Dipakai untuk duduk-duduk sambil ngeteh pun asyik," katanya.
Para pengembang Indonesia umumnya kaya pengalaman. Berkarya di bidang properti selama puluhan tahun tentu membuat mereka memiliki kapasitas tinggi. Kendati demikian, mereka cukup rendah hati untuk datang melihat karya orang lain, dan memperkaya wawasan. Banyak inspirasi bisa diperoleh dengan menikmati karya-karya pengembang besar di mancanegara.
No comments:
Post a Comment